Thursday, August 31, 2006

Batasan Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat Ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)

Fasilitas Kawasan Berikat diberikan antara lain kepada perusahaan industri yang orientasi pengeluaran (penjualan) produknya adalah untuk tujuan ekspor dan/atau untuk dijual ke Kawasan Berikat (PDKB) lainnya.

Meskipun orientasinya untuk ekspor, PDKB tetap dapat melakukan penjualan hasil produksinya untuk pasar lokal Indonesia atau Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL). Karena bagaimanapun pasar lokal juga merupakan bagian dari pasar global (pasar international).

Meskipun demikian PDKB tidak dapat sembarangan menjual produknya ke DPIL. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Disamping itu penjualan atau pengeluaran produk dari KB ke DPIL juga dibatasi jumlah atau nilainya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kep. Menkeu) Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, diatur bahwa PDKB dapat menjual hasil produksinya ke DPIL setelah ada realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Adapun jumlah pengeluaran ke DPIL tersebut dibatasi nilainya sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Dengan demikian, umpamanya suatu PDKB telah melakukan ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lain senilai US $ 5.000 maka PDKB tersebut dapat mengeluarkan barang hasil produksinya ke DPIL sebanyak-banyaknya senilai US $ 1.250.

Perubahan Persentase Pengeluaran ke DPIL

Berdasarkan Kep. Menkeu Nomor 547/KMK.01/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, batasan pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL mengalami penyempurnaan menjadi sebagai berikut:

a. untuk komponen, yaitu barang atau bahan yang akan dirangkai dan/atau digabungkan dengan barang atau bahan lain dalam perkaitan atau pembuatan suatu barang yang lebih tinggi derajatnya yang sifat hakikinya berbeda dari produksi semula, sebanyak-banyaknya berjumlah 50 % (lima puluh persen); dan
b. untuk barang lainnya, sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh lima persen);
dari nilai realisasi ekspor dan/tau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Selanjutnya dengan Kep. Menkeu Nomor 349/KMK.01/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL kembali mengalami perubahan sehingga menjadi sebagai berikut:

a. Pengeluaran ke DPIL untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Bapeksa Keuangan (sekarang fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor / KITE) diperlakukan sama dengan pengeluaran untuk ekspor;
b. Pengeluaran ke DPIL, setelah realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya dalam jumlah:

b.1. untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%;
b.2. barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf b.1. sebesar 100%;
dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Lebih lanjut Direktorat Teknis Kepabeanan menjelaskan bahwa perbedaan antara barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% dengan 100% adalah sebagai berikut :

a. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% adalah barang-barang yang tujuannya bukan untuk diolah lebih lanjut, melainkan untuk tujuan lain misalnya dijual ke pasar atau kepada konsumen akhir.
Barang-barang tersebut dapat berupa peralatan elektronik, pakaian jadi, meubel, makanan kaleng, dan barang jadi lainnya.

b. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 100% adalah barang-barang yang tujuannya untuk diolah lebih lanjut (barang yang memerlukan proses lebih lanjut, tidak dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan bukan digunakan oleh konsumen akhir).
Barang-barang tersebut dapat berupa benang untuk membuat kain, kain untuk membuat baju, spare part untuk dirakit, dan barang “setengah jadi lainnya”.

c. Adapun maksud dari diberikannya batasan pengeluaran ke DPIL yang lebih besar (100 %) untuk barang hasil produksi PDKB yang memerlukan proses lebih lanjut adalah karena barang tersebut menunjang industri dalam negeri, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan memperbaiki kondisi ekonomi nasional.

Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, batasan penjualan barang hasil produksi KB ke DPIL mengalami perubahan kembali yaitu

a. Pengeluaran barang ke DPIL diberikan dalam jumlah :
a.1. sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut dan dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya serta dugunakan oleh konsumen akhir;
a.2. sebanyak-banyaknya 60% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1.;

b. Pengeluaran barang ke DPIL sebanyak-banyaknya 75% darijumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, diberikan khusus kepada PDKB yang hasil produksinya digunakan untuk mensuplai perusahaan pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak di bidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical.

c. Selisih nilai hasil produksi dari barang yang dikeluarkan sebagaimana tersebut butir a dan b, dikeluarkan untuk diekspor, diolah lebih lanjut ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan/atau ke PKB/PDKB lain atau dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC.

Jadi dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005, batasan penjualan barang hasil produksi dari KB ke DPIL tidak lagi didasarkan pada realisasi ekspor, tetapi berdasarkan jumlah nilai hasil produksi.

Namun sampai saat artikel ini ditulis belum ada petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tersebut sehingga belum dapat dilaksanakan. Namun jumlah nilai hasil produksi dapat ditafsirkan sebagai total Harga Pokok Produksi (HPP) barang yang diproduksi PDKB. Misalkan PDKB dapat memproduksi barang dengan HPP senilai 1 juta USD, maka PDKB tersebut dapat menjual ke DPIL barang hasil produksi senilai 500 ribu USD, dan sisanya dapat diekspor, dijual kepada perusahaan pengguna fasilitas KITE, dan/atau kepada PDKB lainnya.

Demikian semoga bermanfaat.

Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad @ customs . go . id (spasinya dihapus!!)

Wednesday, August 16, 2006

FASILITAS DAN MANFAAT KAWASAN BERIKAT

Fasilitas Kepabeanan dan Perpajakan

Fasilitas Kawasan Berikat merupakan fasilitas yang "mewah" bagi perusahaan industri / manufaktur yang berorientasi ekspor karena mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sebagai berikut :

  1. Penangguhan Mea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22:

· atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap PDKB;

· atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB;

· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

  1. Tidak dipungut PPN dan PPnBM

· atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengeluaran barang dan atau bahan ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak;

· atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;

· atas peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.

  1. Pembebasan cukai:

· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut;

· atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.

Disamping itu perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat masih bisa memperoleh kemudahan seperti:

  1. Barang modal berupa mesin asal impor apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pengimporannya atau sejak menjadi aset perusahaan dapat dipindahtangankan dengan tanpa kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
  2. PDKB yang termasuk dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada KPBC yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB yang dipersyaratkan untuk mempertaruhkan jaminan.

Manfaat Kawasan Berikat

Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut diatas, maka manfaat yang bisa dipetik oleh pengusaha dengan mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat antara lain:

  1. Efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS / Pelabuhan).
  2. Fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya perpajakan.
  3. Cash Flow Perusahaan serta Production Schedule lebih terjamin.
  4. Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan kecil melaui pola kegiatan sub kontrak.

Salam

Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

Thursday, August 10, 2006

IJIN BARU KAWASAN BERIKAT AKAN DIBATASI

Saat ini sedang ada wacana bahwa ijin baru bagi perusahaan yang berminat mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat akan dibatasi (diluar Batam, Bintan, & Karimun). Pembatasan ini terkait dengan aspek pengawasan Kawasan Berikat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kita tahu bahwa setiap perusahaan yang berstatus sebagai KB baik PKB / PKB merangkap PDKB / PDKB akan diawasi / ditunggui oleh Petugas Bea dan Cukai terdekat. Dengan jumlah KB yang ada saat ini sudah tidak sebanding lagi dengan jumlah petugas Bea dan Cukai yang tersedia. Bahkan di beberapa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC), satu orang petugas bisa mendapat tugas mengawasi sampai 5 perusahaan bahkan lebih.

Sementara permohonan baru yang diajukan oleh perusahaan yang berminat memakai fasilitas KB juga semakin banyak. Mungkin ini pertanda baik adanya peningkatan investasi di Indonesia. Atau mungkin adanya peningkatan pemintaan ekspor produk Indonesia. Atau mungkin juga banyak perusahaan yang baru mengetahui adanya fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang sangat mewah ini.

Namun dengan sistem perkawasanberikatan yang ada sekarang, pertambahan jumlah KB akan semakin menyulitkan pengawasan bagi Ditjen Bea dan Cukai untuk menunggui satu-satu perusahaan KB tersebut.

Apa bentuk pembatasannya?

Ada beberapa kemungkinan pembatasan ijin baru Kawasan Berikat. Yang penulis dengar, kemungkinan perusahaan yang bisa mendapat fasilitas KB hanya bagi perusahaan yang berada di dalam Kawasan Industri dan yang berada di dalam Kawasan Berikat lainnya saja (perusahaan yang hanya akan berstatus sebagai PDKB). Sehingga perusahaan-perusahaan KB diharapkan dapat 'ngumpul' dalam satu lokasi yang mudah diawasi. Tapi bagaimana dengan daerah yang belum ada Kawasan Industrinya? Penulis juga belum tahu kebijakan yang akan diterbitkan pemerintah.

Ada juga kemungkinan alternatif lainnya, yaitu dengan mengubah sistem Kawasan Berikat yang ada saat ini. Dimana Kawasan Berikat tidak lagi ditunggui oleh petugas Bea dan Cukai. Mungkin mirip dengan sistem yang dipakai dalam Master List atau KITE (Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor). Namun yang penulis tahu, belum ada tim yang menggagas alternatif ini.

Mungkin ada juga alternatif lainnya, tapi itu masih konsumsi para pejabat di atas. Atau anda punya alternatif solusi yang bagus? sampaikan saja pada pemerintah, siapa tahu didengar. [yach kalau didengar doang percumah dong?!#*^%&~(%^]

Apa hikmahnya?

Jadi, bagi perusahaan yang sudah mendapat fasilitas Kawasan Berikat, berbahagialah, manfaatkan fasilitas ini sebaik-baiknya, jangan di salah gunakan, dan terus pacu ekspornya. Kalau bisa jangan sampai ditutup.

Sementara bagi perusahaan yang pingin mendapat fasilitas Kawasan Berikat, cermati terus perkembangannya. Atau investasikan pabriknya di Kawasan Industri atau didalam Kawasan Berikat yang sudah ada.

Yang jelas, semoga kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah bisa memberikan solusi terbaik bagi bangsa Indonesia. Jangan sampai ada yang pingin investasi di Indonesia malahan jadi mundur dan diinvestasikan ke negara lain. :-(

semoga bermanfaat

salam,
© 2006 Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

TATA CARA PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT

I. Dasar Hukum

1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan;

2. Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tanggal 4 Juni 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1997;

3. Pasal 3, 4 dan 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturanan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;

4. Pasal 7 s.d Pasal 15 Keputusan DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;

5. SE DJBC No. SE-07/BC/2004 tanggal 7 April 2004 tentang Ketentuan Terhadap Penyelenggara dan/atau Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB) Yang Menguasai Lokasi TPB Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa.

II. Pengertian

1. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor

2. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk meyelenggarakan KB

3. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

III. Syarat Pendirian Kawasan Berikat

1. Perusahaan yang dapat diberikan Izin sebagai PKB dan atau PDKB :

a. Dalam rangka PMDN

b. Dalam rangka PMA, baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing

c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas

d. Koperasi yang berbentuk badan hukum

e. Yayasan

2. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan izin sebagai PKB / PKB merangkap PDKB

a. Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait;

b. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau, UPL & UKL;

c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d. Fotokopi bukti kepemilikan/penguasaan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun);

e. Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f. Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g. Surat Keputusan dari instansi Pemda terkait / Perda yang menetapkan area calon KB merupakan Kawasan Industri / Kawasan Peruntukan Industri (Kedepannya ijin KB hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam KAWASAN INDUSTRI);

h. Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i. Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)


3. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan persetujuan beroperasinya sebagai PDKB

a Rekomendasi dari PKB;

b Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait;

c Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun) ;

e Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik;

h Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)

VI. Penetapan perijinan Kawasan Berikat

a. untuk izin PKB atau PKB merangkap PDKB ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan keputusan tentang Penetapan sebagai KB serta Persetujuan PKB merangkap PDKB;

b. untuk persetujuan beroperasi sebagai PDKB ditetapkan oleh Direktur Jenderal up. Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.


V. Kegiatan Dalam Kawasan Berikat

Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL.

Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.

Tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan barang ke dan dari pergudangan atau penimbunan di KB tersebut dilakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;

salam,
© 2006 fuad muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email: fuad at customs dot go dot id

Wednesday, August 09, 2006

Blog Yang Terbengkalai

Blog kawasanberikat semula saya buat sejak 2004, Namun karena satu dan lain hal nggak pernah saya rawat dan menjadi terbengkalai.
Kendalanya di akses internet yang terbatas.

Padalah semula saya pingin dedikasikan sebagai sumber informasi Kawasan Berikat (Bonded Zone) di Indonesia antara lain tentang pendirian, pengoperasian, penutupan, dan informasi lain seputar kawasan berikat secara cuma-cuma.

Saya pikir nggak ada yang nengokin blog ini sehingga ada rasa malas untuk merawatnya.
Namun kemarin saya ditelpon seseorang yang menanyakan informasi tentang Kawasan Berikat dan katanya mendapat data saya dari blog ini.

Surprise juga ternyata masih ada yang nengok. (terimakasih Ibu Y. dari satu perusahaan farmasi di Jakarta, atas apresiasinya).

Dari sini saya terpikir kembali untuk memposting tulisan-tulisan tentang Kawasan Berikat, mudah-mudahan bisa memberi sedikit manfaat bagi para pencari informasi tentang Kawasan Berikat di Indonesia.

salam
Fuad Muftie