Friday, September 01, 2006

CARA MENGAJUKAN BERBAGAI PERMOHONAN KEPADA DITJEN BEA DAN CUKAI

Selama ditugaskan di Subdit Tempat Penimbunan KP DJBC kami sering menemukan permohonan yang diajukan oleh Pengusaha (PKB/PDKB) yang membingungkan. Masih beruntung jika ada perwakilan perusahaan yang datang mengurus permohonan atau menelpon untuk follow up, sehingga bisa kami tanyakan apa maksud sebenarnya dari permohonan yang diajukan.

Agar permohonan Anda bisa diproses dengan cepat, tepat, dan kemungkinan disutujuinya besar, disamping harus mengikuti kaedah-kaedah administrasi surat menyurat, berikut ini ada bebarap tips dalam mengajukan surat permohonan kepada Dit Jend. Bea dan Cukai:

Pertama-tama perlu diketahui apakah jenis permohonannya merupakan permohonan rutin atau insidentil. Jika permohonan rutin perlu diketahui apakah sudah ada format bakunya atau tidak. Jika sudah ada format bakunya berarti tinggal di salin atau dimodifikasi seperlunya sesuai kondisi perusahaan.

Jika belum ada format baku dari permohonan yang ingin diajukan, berikut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

KEPALA SURAT:

1. Tuliskan Nomor dan Tanggal surat secara jelas. Tujuannya agar dapat diketahui kapan surat dibuat dan nantinya akan digunakan sebagai referensi dalam penelusuran surat serta referensi dalam menjawab surat (akan dicantumkan dalam surat balasannya).

2. Sebutkan kepada siapa surat diajukan/ditujukan. Banyak perusahaan yang asal menuliskan tujuan surat. Misalnya ditujukan kepada Direktur A padahal yang seharusnya memproses adalah Direktur B. Akibatnya surat harus mampir dulu di tempat yang keliru. Tidak ada salahnya sebelum mengajukan permohonan, tanyakan terlebih dahulu alamat tujuan surat yang benar. Bisa lewat telepon di 4890308.

3. Sebutkan perihal surat (subject surat) secara singkat padat dan jelas. Karena surat harus melewati beberapa meja sebelum diproses oleh bagian yang berkompeten, penulisan perihal / subyek surat yang tidak jelas akan membuat surat berputar-putar ke meja yang keliru. Akibatnya membuat waktu pemrosesan jadi laaaamaaaaa.

ISI SURAT :

4. Sebagai pembuka isi surat, pertama kali sebutkanlah identitas identitas perusahaan.

Meskipun identitas perusahaan dapat dibaca lewat Kop Surat, tapi identitas perusahaan perlu dijelaskan lagi dalam surat sebagai pendahuluan. Yang perlu disebutkan adalah status perusahaan dan detail seperlu. Misalnya ada perusahaan yang memiliki 3 lokasi, ada yang KB dan ada yang Non KB. Nah dalam Isi surat perlu disebutkan apakah permohonan diperuntukkan bagi perusahaan yang berfasilitas KB dan di lokasi yang mana atau untuk perusahaan di DPIL.

Contoh kalimat pembuka surat:

"Kami PT XYZ adalah perusahaan yang telah mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor ***/KMK.04/2004 tanggal ** Januari 2004, yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani - By Pass, Jakarta Timur, dan bergerak dibidang industri Elektronika / Komputer"

5. Berikutnya sampaikanlah meksud / permohonannya dengan singkat padat dan jelas. Gunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh orang awam, jangan menggunakan istilah teknis yang hanya dimengerti perusahaan tanpa tambahan penjelasan seperlunya.

Jika diperlukan alasan pendukung, sampaikanlah dengan singkat padat dan jelas. Gunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh Pejabat Bea dan Cukai.

Banyak diantara perusahaan KB yang mengajukan permohonan dan isinya membingungkan karena menggunakan bahasa yang hanya dimengerti oleh perusahaan.

Contoh susunan kalimat permohonan :

"Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk memindahtangankan barang modal berupa 2 (dua) unit Mesin Jahit eks. dokumen BC 2.3 Nomor 000.0000 tanggal xx-xx-2000 yang ada pada KB kami kepada KB PT XXX yang berlokasi di ......, dengan alasan mesin tersebut sudah tidak kami gunakan lagi dalam proses produksi dan akan digunakan oleh PT XXX untuk memproduksi Garment"

6. Jika diperlukan data pendukung, sampaikanlah seperlunya yang benar-benar dibutuhkan.

Contohnya :

"Sebagai bahan pertimbangan bersama ini kami lampirkan :
1. Fotokopi dokumen pemasukan barang modal (BC 2.3 Nomor ... tanggal ....)
2. Fotokopi Surat Perjanjian Jual Beli
3. Fotokopi Invoice,
4. dll..."

PENUTUP

7. Tandatangani surat oleh Direksi perusahaan yang berkompeten, bila perlu lekati dengan materai secukupnya dan distempel perusahaan.

8. Sampaikan tembusan seperlunya kepada pihak-pihak yang perlu mendapatkan informasi, Misalnya Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Pengawas KB, Kantor Wilayah DJBC terkait, Kantor Pelayanan Pajak, dll.

Demikian semoga bermanfaat
Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

DAFTAR PUTIH

DASAR HUKUM:

Pasal 18 KMK No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat jo. Pasal 41 KEP DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 jo. Surat Edaran DJBC No. SE-10/BC/1998 tanggal 18 Maret 1998.

URAIAN:

Daftar putih merupakan fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) yang dianggap baik oleh karenanya harus memenuhi persyaratan : dalam jangka waktu satu tahun tidak pernah melakukan pelanggaran, selalu memenuhi kewajiban pabean dan perpajakan dengan baik dan tepat waktu, serta hasil post audit menujukkan profil perusahaan baik.

Daftar putih ini dapat diberikan kepada PDKB yang sudah beroperasi maupun yang baru berdiri. PDKB yang baru berdiri dapat diberikan walaupun belum diketahui past performancenya karena fasilitas daftar putih ini akan mengikat perusahaan yang baru berdiri untuk menunjukkan kredibilitasnya selama menggunakan fasilitas KB.

Namun terhadap PDKB yang baru berdiri ini tidak langsung saja disetujui masuk dalam daftar putih namun harus memberikan surat pernyataan (janji) bahwa yang bersangkutan akan menjadi PDKB yang patuh dan taat.

Dengan demikian ada dorongan bagi PDKB yang baru berdiri tersebut untuk menjadi PDKB bonafid sejak pertama kali beroperasi.

Manfaat dari fasilitas daftar putih ini adalah apabila PDKB diwajibkan untuk mempertaruhkan jaminan (misalnya untuk melakukan pemberian pekerjaan sub kontrak kepada perusahaan di DPIL), maka jaminan tersebut dapat berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) sehingga tidak perlu mempertaruhkan jaminan tunai, customs bond, jaminan bank dan lainnya. Yang artinya akan menghemat cash flow perusahaan.

PERSYARATAN:

Bagi PDKB yang telah beroperasi :

(1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang Persetujuan PKB merangkap PDKB;
(2) Rekomendasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai berkaitan dengan performance perusahaan selama menggunakan fasilitas KB dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
(3) Rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak berkaitan dengan performance perusahaan tentang kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan;
(4) Rekomendasi dari Direktorat Verifikasi dan Audit berkaitan dengan hasil post audit perusahaan yang bersangkutan;
(5) Data perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang selama 12 bulan terakhir;
(6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan.

Untuk PDKB yang baru berdiri dan belum beroperasi :

(1) Fotokopi Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan PDKB atau Keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan PKB merangkap PDKB;
(2) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepabeanan selama menggunakan fasilitas Kawasan Berikat;
(3) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan memasukkan SPT tahunan tepat waktu;
(4) Surat pernyataan tentang kesediaan perusahaan untuk memberikan data-data yang sebenarnya apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
(5) Profile Perusahaan;
(6) Susunan para pemegang saham perusahaan dan jumlah modal yang dimiliki perusahaan;
(7) Perkiraan perolehan devisa ekspor dan impor berkaitan dengan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang untuk jangka waktu satu tahun.

Semoga bermanfaat,
Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

Thursday, August 31, 2006

Batasan Pengeluaran Hasil Produksi Kawasan Berikat Ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL)

Fasilitas Kawasan Berikat diberikan antara lain kepada perusahaan industri yang orientasi pengeluaran (penjualan) produknya adalah untuk tujuan ekspor dan/atau untuk dijual ke Kawasan Berikat (PDKB) lainnya.

Meskipun orientasinya untuk ekspor, PDKB tetap dapat melakukan penjualan hasil produksinya untuk pasar lokal Indonesia atau Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL). Karena bagaimanapun pasar lokal juga merupakan bagian dari pasar global (pasar international).

Meskipun demikian PDKB tidak dapat sembarangan menjual produknya ke DPIL. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Disamping itu penjualan atau pengeluaran produk dari KB ke DPIL juga dibatasi jumlah atau nilainya.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (Kep. Menkeu) Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, diatur bahwa PDKB dapat menjual hasil produksinya ke DPIL setelah ada realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Adapun jumlah pengeluaran ke DPIL tersebut dibatasi nilainya sebanyak-banyaknya 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Dengan demikian, umpamanya suatu PDKB telah melakukan ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lain senilai US $ 5.000 maka PDKB tersebut dapat mengeluarkan barang hasil produksinya ke DPIL sebanyak-banyaknya senilai US $ 1.250.

Perubahan Persentase Pengeluaran ke DPIL

Berdasarkan Kep. Menkeu Nomor 547/KMK.01/1997 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, batasan pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL mengalami penyempurnaan menjadi sebagai berikut:

a. untuk komponen, yaitu barang atau bahan yang akan dirangkai dan/atau digabungkan dengan barang atau bahan lain dalam perkaitan atau pembuatan suatu barang yang lebih tinggi derajatnya yang sifat hakikinya berbeda dari produksi semula, sebanyak-banyaknya berjumlah 50 % (lima puluh persen); dan
b. untuk barang lainnya, sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh lima persen);
dari nilai realisasi ekspor dan/tau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Selanjutnya dengan Kep. Menkeu Nomor 349/KMK.01/1999 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997, pengeluaran barang hasil produksi PDKB ke DPIL kembali mengalami perubahan sehingga menjadi sebagai berikut:

a. Pengeluaran ke DPIL untuk perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Bapeksa Keuangan (sekarang fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor / KITE) diperlakukan sama dengan pengeluaran untuk ekspor;
b. Pengeluaran ke DPIL, setelah realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya dalam jumlah:

b.1. untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut, dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan digunakan oleh konsumen akhir sebanyak-banyaknya 50%;
b.2. barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf b.1. sebesar 100%;
dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.

Lebih lanjut Direktorat Teknis Kepabeanan menjelaskan bahwa perbedaan antara barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% dengan 100% adalah sebagai berikut :

a. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 50% adalah barang-barang yang tujuannya bukan untuk diolah lebih lanjut, melainkan untuk tujuan lain misalnya dijual ke pasar atau kepada konsumen akhir.
Barang-barang tersebut dapat berupa peralatan elektronik, pakaian jadi, meubel, makanan kaleng, dan barang jadi lainnya.

b. Barang-barang yang dapat dikeluarkan dari PDKB ke DPIL dalam jumlah 100% adalah barang-barang yang tujuannya untuk diolah lebih lanjut (barang yang memerlukan proses lebih lanjut, tidak dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya dan bukan digunakan oleh konsumen akhir).
Barang-barang tersebut dapat berupa benang untuk membuat kain, kain untuk membuat baju, spare part untuk dirakit, dan barang “setengah jadi lainnya”.

c. Adapun maksud dari diberikannya batasan pengeluaran ke DPIL yang lebih besar (100 %) untuk barang hasil produksi PDKB yang memerlukan proses lebih lanjut adalah karena barang tersebut menunjang industri dalam negeri, sehingga dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan memperbaiki kondisi ekonomi nasional.

Kemudian dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat, batasan penjualan barang hasil produksi KB ke DPIL mengalami perubahan kembali yaitu

a. Pengeluaran barang ke DPIL diberikan dalam jumlah :
a.1. sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut dan dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya serta dugunakan oleh konsumen akhir;
a.2. sebanyak-banyaknya 60% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1.;

b. Pengeluaran barang ke DPIL sebanyak-banyaknya 75% darijumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, diberikan khusus kepada PDKB yang hasil produksinya digunakan untuk mensuplai perusahaan pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak di bidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical.

c. Selisih nilai hasil produksi dari barang yang dikeluarkan sebagaimana tersebut butir a dan b, dikeluarkan untuk diekspor, diolah lebih lanjut ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan/atau ke PKB/PDKB lain atau dimusnahkan di bawah pengawasan DJBC.

Jadi dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005, batasan penjualan barang hasil produksi dari KB ke DPIL tidak lagi didasarkan pada realisasi ekspor, tetapi berdasarkan jumlah nilai hasil produksi.

Namun sampai saat artikel ini ditulis belum ada petunjuk pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005 tersebut sehingga belum dapat dilaksanakan. Namun jumlah nilai hasil produksi dapat ditafsirkan sebagai total Harga Pokok Produksi (HPP) barang yang diproduksi PDKB. Misalkan PDKB dapat memproduksi barang dengan HPP senilai 1 juta USD, maka PDKB tersebut dapat menjual ke DPIL barang hasil produksi senilai 500 ribu USD, dan sisanya dapat diekspor, dijual kepada perusahaan pengguna fasilitas KITE, dan/atau kepada PDKB lainnya.

Demikian semoga bermanfaat.

Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad @ customs . go . id (spasinya dihapus!!)

Wednesday, August 16, 2006

FASILITAS DAN MANFAAT KAWASAN BERIKAT

Fasilitas Kepabeanan dan Perpajakan

Fasilitas Kawasan Berikat merupakan fasilitas yang "mewah" bagi perusahaan industri / manufaktur yang berorientasi ekspor karena mendapatkan fasilitas kepabeanan dan perpajakan sebagai berikut :

  1. Penangguhan Mea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22:

· atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap PDKB;

· atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB;

· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

  1. Tidak dipungut PPN dan PPnBM

· atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengeluaran barang dan atau bahan ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak;

· atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;

· atas peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.

  1. Pembebasan cukai:

· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut;

· atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.

Disamping itu perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat masih bisa memperoleh kemudahan seperti:

  1. Barang modal berupa mesin asal impor apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pengimporannya atau sejak menjadi aset perusahaan dapat dipindahtangankan dengan tanpa kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
  2. PDKB yang termasuk dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada KPBC yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB yang dipersyaratkan untuk mempertaruhkan jaminan.

Manfaat Kawasan Berikat

Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut diatas, maka manfaat yang bisa dipetik oleh pengusaha dengan mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat antara lain:

  1. Efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS / Pelabuhan).
  2. Fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya perpajakan.
  3. Cash Flow Perusahaan serta Production Schedule lebih terjamin.
  4. Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan kecil melaui pola kegiatan sub kontrak.

Salam

Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

Thursday, August 10, 2006

IJIN BARU KAWASAN BERIKAT AKAN DIBATASI

Saat ini sedang ada wacana bahwa ijin baru bagi perusahaan yang berminat mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat akan dibatasi (diluar Batam, Bintan, & Karimun). Pembatasan ini terkait dengan aspek pengawasan Kawasan Berikat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Kita tahu bahwa setiap perusahaan yang berstatus sebagai KB baik PKB / PKB merangkap PDKB / PDKB akan diawasi / ditunggui oleh Petugas Bea dan Cukai terdekat. Dengan jumlah KB yang ada saat ini sudah tidak sebanding lagi dengan jumlah petugas Bea dan Cukai yang tersedia. Bahkan di beberapa Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC), satu orang petugas bisa mendapat tugas mengawasi sampai 5 perusahaan bahkan lebih.

Sementara permohonan baru yang diajukan oleh perusahaan yang berminat memakai fasilitas KB juga semakin banyak. Mungkin ini pertanda baik adanya peningkatan investasi di Indonesia. Atau mungkin adanya peningkatan pemintaan ekspor produk Indonesia. Atau mungkin juga banyak perusahaan yang baru mengetahui adanya fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang sangat mewah ini.

Namun dengan sistem perkawasanberikatan yang ada sekarang, pertambahan jumlah KB akan semakin menyulitkan pengawasan bagi Ditjen Bea dan Cukai untuk menunggui satu-satu perusahaan KB tersebut.

Apa bentuk pembatasannya?

Ada beberapa kemungkinan pembatasan ijin baru Kawasan Berikat. Yang penulis dengar, kemungkinan perusahaan yang bisa mendapat fasilitas KB hanya bagi perusahaan yang berada di dalam Kawasan Industri dan yang berada di dalam Kawasan Berikat lainnya saja (perusahaan yang hanya akan berstatus sebagai PDKB). Sehingga perusahaan-perusahaan KB diharapkan dapat 'ngumpul' dalam satu lokasi yang mudah diawasi. Tapi bagaimana dengan daerah yang belum ada Kawasan Industrinya? Penulis juga belum tahu kebijakan yang akan diterbitkan pemerintah.

Ada juga kemungkinan alternatif lainnya, yaitu dengan mengubah sistem Kawasan Berikat yang ada saat ini. Dimana Kawasan Berikat tidak lagi ditunggui oleh petugas Bea dan Cukai. Mungkin mirip dengan sistem yang dipakai dalam Master List atau KITE (Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor). Namun yang penulis tahu, belum ada tim yang menggagas alternatif ini.

Mungkin ada juga alternatif lainnya, tapi itu masih konsumsi para pejabat di atas. Atau anda punya alternatif solusi yang bagus? sampaikan saja pada pemerintah, siapa tahu didengar. [yach kalau didengar doang percumah dong?!#*^%&~(%^]

Apa hikmahnya?

Jadi, bagi perusahaan yang sudah mendapat fasilitas Kawasan Berikat, berbahagialah, manfaatkan fasilitas ini sebaik-baiknya, jangan di salah gunakan, dan terus pacu ekspornya. Kalau bisa jangan sampai ditutup.

Sementara bagi perusahaan yang pingin mendapat fasilitas Kawasan Berikat, cermati terus perkembangannya. Atau investasikan pabriknya di Kawasan Industri atau didalam Kawasan Berikat yang sudah ada.

Yang jelas, semoga kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah bisa memberikan solusi terbaik bagi bangsa Indonesia. Jangan sampai ada yang pingin investasi di Indonesia malahan jadi mundur dan diinvestasikan ke negara lain. :-(

semoga bermanfaat

salam,
© 2006 Fuad Muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email : fuad at customs dot go dot id

TATA CARA PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT

I. Dasar Hukum

1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan;

2. Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tanggal 4 Juni 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1997;

3. Pasal 3, 4 dan 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturanan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;

4. Pasal 7 s.d Pasal 15 Keputusan DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;

5. SE DJBC No. SE-07/BC/2004 tanggal 7 April 2004 tentang Ketentuan Terhadap Penyelenggara dan/atau Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB) Yang Menguasai Lokasi TPB Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa.

II. Pengertian

1. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor

2. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk meyelenggarakan KB

3. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

III. Syarat Pendirian Kawasan Berikat

1. Perusahaan yang dapat diberikan Izin sebagai PKB dan atau PDKB :

a. Dalam rangka PMDN

b. Dalam rangka PMA, baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing

c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas

d. Koperasi yang berbentuk badan hukum

e. Yayasan

2. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan izin sebagai PKB / PKB merangkap PDKB

a. Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait;

b. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau, UPL & UKL;

c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d. Fotokopi bukti kepemilikan/penguasaan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun);

e. Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f. Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g. Surat Keputusan dari instansi Pemda terkait / Perda yang menetapkan area calon KB merupakan Kawasan Industri / Kawasan Peruntukan Industri (Kedepannya ijin KB hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam KAWASAN INDUSTRI);

h. Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i. Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)


3. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan persetujuan beroperasinya sebagai PDKB

a Rekomendasi dari PKB;

b Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait;

c Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun) ;

e Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik;

h Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)

VI. Penetapan perijinan Kawasan Berikat

a. untuk izin PKB atau PKB merangkap PDKB ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan keputusan tentang Penetapan sebagai KB serta Persetujuan PKB merangkap PDKB;

b. untuk persetujuan beroperasi sebagai PDKB ditetapkan oleh Direktur Jenderal up. Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.


V. Kegiatan Dalam Kawasan Berikat

Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL.

Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.

Tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan barang ke dan dari pergudangan atau penimbunan di KB tersebut dilakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;

salam,
© 2006 fuad muftie
http://fuadmuftie.blogspot.com
email: fuad at customs dot go dot id

Wednesday, August 09, 2006

Blog Yang Terbengkalai

Blog kawasanberikat semula saya buat sejak 2004, Namun karena satu dan lain hal nggak pernah saya rawat dan menjadi terbengkalai.
Kendalanya di akses internet yang terbatas.

Padalah semula saya pingin dedikasikan sebagai sumber informasi Kawasan Berikat (Bonded Zone) di Indonesia antara lain tentang pendirian, pengoperasian, penutupan, dan informasi lain seputar kawasan berikat secara cuma-cuma.

Saya pikir nggak ada yang nengokin blog ini sehingga ada rasa malas untuk merawatnya.
Namun kemarin saya ditelpon seseorang yang menanyakan informasi tentang Kawasan Berikat dan katanya mendapat data saya dari blog ini.

Surprise juga ternyata masih ada yang nengok. (terimakasih Ibu Y. dari satu perusahaan farmasi di Jakarta, atas apresiasinya).

Dari sini saya terpikir kembali untuk memposting tulisan-tulisan tentang Kawasan Berikat, mudah-mudahan bisa memberi sedikit manfaat bagi para pencari informasi tentang Kawasan Berikat di Indonesia.

salam
Fuad Muftie